A YEAR WITH A LOT OF CHANGES
Saturday, February 20, 2016
Walau telah sedikit terlambat menuliskan rangkuman perjalanan di tahun lalu di bulan kedua tahun ini;
"Nikmati masa me time dan pacaran sama suaminya Manda!"
"Nikmati masa me time dan pacaran sama suaminya Manda!"
"Wih enak banget dong ya gak ngapa2in, leyeh-leyeh aja..."
"Ciye yang ibu rumah tangga, happy aja terus yaaaa"
*mengutip sebagian komentar orang-orang
YES I AM !!!
Tapi percayalah, jadi full time housewife itu challenge tersendiri bagi saya. And my road till I reach and find my real sanctuary here is not THAT smooth. Believe me IT IS NOT !!!
Okay, mari saya jabarkan apa yang saya kerjakan hari ini dimulai pukul 5.30 tadi pagi;
bangun, siapin sarapan untuk suami, solat subuh, suami berangkat, tidur lagi, bangun, main hape, udara dingin ih mager banget sejuk-sejuk gimana gitu bikin pengen tidur lagi, dan tertidurlah lagi, bangun, makan siang, nonton streaming How I Met Your Mother 5 episodes, main hape, main hamster, mandi, tiba-tiba sudah jam 18.30, pas lagi showering punya perasaan pengen nulis. Yes and I end up here. Sitting at the balcony, nulis blog sambil WhatsApp-an, dengan gemiricik rintik kecil hujan ditemani bau harum sup ayam ginseng yang tetangga buat untuk dinner sepertinya.
Dan dalam beberapa jam ke depan kira-kira kegiatan ini akan berubah menjadi bebersih rumah, masak, mandi lagi (well kalau yang dimasak brutal bikin bau badan) lalu dandan, semprot minyak wangi. Taraaaa suami pulang, siapin dinner, makan sama-sama, ngobrol abis makan, si suami ngerokok saya masuk kamar bersih-bersih cuci muka, pake essence wajah, put body moisturizer, suami selesai ngerokok, dia bersih-bersih naik ke ranjang, pillow talk sebentar (or bisa juga berlanjut jadi *ifyouknowwhatimean), lalu tidur berpelukan.
Dan tiba-tiba sudah jam 5.30 pagi lagi dan saya ulangi lagi kegiatan yang sama. Well kalau blogging of course gak setiap hari (ini semampunya). Terkadang kalau lagi mood baca, ya bisa cuma baca buku seharian, atau sambil bikin juice, atau yoga dan workout HIIT, telponan dan gosipan sama keluarga dan teman, kadang juga temen visit sg, ajak catch up, then we go somewhere, bisa juga end up shopping-shopping kalo pas ATM suami saya yang pegang (dulu belum punya joint account, jadi jadwal shoppingnya gantian).
Yak! begitu kira-kira sisi kehidupan saya di negeri singa ini.
Well kemarin sih karena lagi mood kerja, jadi diselipin sama buat CV laly apply ke suatu company. Hahah.
Oke, gimana? Indah bukan?
Oh wait till you are in this position.
Nope, nope, I'm not regretting. Ini menyenangkan. A year already I've been doing this. As a crazy busy young career hotelier woman yang kerjanya lebih dari 14 jam sehari, berada dalam situasi dan kondisi seperti ini sangat memuaskan.
Tepat sebulan setelah menikah, pindah dari kedamaian pulau dewata to Singapore's hustle bustle. Negara kecil, bersih, indah, rapi, serba ada (kecuali pantai, pegunungan, dan semua yang berbau nature itu bikinan manusia gak alami) less polution bikin saya kerasan dan menikmati tinggal disini, berdua saja bersama suami. Satu tahun sudah berlalu, masih berdua, belum dikaruniai anak membuat saya belajar utuk berterima kasih kepada Tuhan, dialah yang mengabulkan doa saya ketika masih berpacaran dulu untuk punya waktu lebih banyak bersama suami pasca menikah (tapi sekarang sih udah pengen banget, oh help! Be careful what you wish for :p)
"Hmmm, pasti bete ya disana gak ada siapa-siapa..."
"Iya bosan ya pasti gak tau mau ngapain..."
"Yaudah sana cari kerja lah biar ada kerjaan!"
*mengutip beberapa komentar orang lain lagi
Nah, jangan pada salah sangka. Walau disiini saya hanya ibu rumah tangga, tapi saya tidak pernah merasa bosan, tidak pernah merasa kurang kerjaan dan gak tau mau ngapain (if you can count leyeh-leyeh liat Instagram dan belanja sis online shop adalah 'kerjaan'). Intinya saya gak pernah punya perasaan demikian.
Terus ngerasain apa Nda? Hmm, bisa dibilang hanya lebih kepada sepi dan gatel aja ngerasa otak ini bisa dipergunakan lebih untuk sesuatu yang lebih challenging! Oh please I used to be a Public Relations. Communicating and talking is my oxygen. And only has my husband to be talking to everyday? Please...
Dan oh ya, otak dan badan ini masih bisa untuk ikutan marketing meeting, PR conference, bikin press release, lari keliling office-outlet-lobby 5x sehari. (well, this is what I did when I was working though). Long story short, in my age, apalagi karena belum dikarunia anak (becase I know when you have kid, you no longer even have time to take shower, am I right mommies?), menjadi full time house wife itu menyenangkan namun akan terasa lebih menyenangkan lagi saat saya bisa mengimbangi dalam hal membuktikan diri sendiri untuk melebarkan sayap lebih lebar lagi terutama dalam pengalaman dan karir. (aduh yaiyalah emang umur saya apalagi yang mau dicari kalau bukan berkarir dan pekerjaan kan?). Ya bahasa kerennya aktualisasi diri?
But! Do I sounds very cynical and stressed out being a full time housewife
Ah please, it's just the way I write and express my feeling. Kenyataannya adalah saya sangat bersyukur. Kalau tidak bisa menjadi full-time housewife mungkin saya gak akan pernah BISA memasak dan MEMBERSIHKAN rumah, menyuci, menyetrika pakaian, mengatur rumah kecil yang saya berdua tempati sekarang menjadi a-small-nice-pleasant-home (kata owner rumah saya yang selalu memuji gimana saya merawat rumah ini sampai rela menurunkan harga sewa rumah ditahun kedua pindah pas tau kami mau pindah ke rumah lain berharga sewa lebih murah dengan alasan kami mau menabung lebih banyak). Mungkin saya enggak pernah tau cara pakai vacuum cleaner, gak tau harga seledri Thailand atau USA yang lebih murah, enggak tahu bahwa bersihin cumi-cumi itu tulang punggung transparannya harus ditarik semua dan puluhan daftar pekerjaan domestik lainnya. Mungkin saya enggak pernah punya waktu untuk mengenal diri saya sendiri, mengenal pasangan saya, mengatasi problema rumah tangga sehari-hari yang kami alami. Mungkin saya tidak akan menjadi pribadi dengan pola pikir sedewasa ini dalam membina rumah tangga (to be married required 100% maturity, FYI, walau-saya-juga-masih-terseok-seok-mencapai-angka-100-itu).
And like I said in the beginning, believe me. Untuk mencapai kedamaian dalam menjadi full time housewife ini juga gak semudah dan senikmat keliatannya. Gak bisa dipungikiri banyak sekali konflik hadir mulai dari konflik dari dalam diri sendiri sampai konflik dengan pasangan. Well simply, my life is changing 360 degrees. Semuanya berbeda. Status dari single jadi married. Tanggung jawab tadinya cuma urus diri sendiri sekarang jadi lebih urus rumah dan suami juga. Pekerjaan dari wanita karir jadi ibu rumah tangga. Tempat tinggal tadinya banyak teman dekat dengan keluarga jadi sendirian di negara lain. Semuanya perubahannya tampak sederhana namun jika terjadi dalam satu waktu yang sama, butuh waktu, butuh proses untuk menyesuaikan. Dan ini bukan hanya saya saja yang merasakan, tapi suami saya juga. Jadi sederhananya adalah 'ada 2 orang yang sedang berdaptasi dengan perubahan besar dalam hidupnya'. Kalimat yang sederhana, tapi tidak sesederhana ketika dijalankannya. Untungnya saya survive di tahun pertama saya menikah. And I'm proud of it. Haha.
Krisis yang saya alami mulai dari kesal pada diri sendiri menganggap bahwa menyia-nyiakan waktu, padahal ini adalah saat yang tepat untuk mengembangakn diri dan berkarir di Singapore. Kenapa langsung berhenti bekerja. Padahal pas resign almost di promote di kantor ke jabatan yang lebih tinggi. Gemas.
Tapi tau diri bahwa jago PR aja gak cukup buat di CV, tapi ada tambahan *Mandarin language will be advantage* dan belum lagi kuota yang terbatas. Ya secara di negeri orang. Kalau enggak bombastis amat skill dan faktor luck, pasti company akan hire local instead of expat. Otherwise I should put my standard lower in job position. Bisa dapat yang selevel kerja at the previous position itu udah beruntung banget. Suami sampai nyuruh, itu banyak kerjaan, kayak jadi kasir Daiso, atau jaga Sephora (entah ini nyuruh beneran karena kasihan saya si wanita karir tiba-tiba kerjaanya hanya di rumah aja atau sedang bercanda). Bukan, bukannya enggak mau kerja begitu, but I think I'm just too idealist. Karena bagi saya, jika saya bekerja, bukan hanya untuk earn money but for something that I can grow my self higher and higher, terutama dari segi experience. Since my career based as PR hotel, so ya I wish if I work in anywhere will be around that industry, will be forever PR-ing.
Belum ditambah dilema suami yang juga hotelier. Yang jam kerja (hampir 15 jam sehari dan day offnya gak normal. How can I work kalau di hari biasa aja kita jarang quality time. Lalu saya harus kerja full time, day off saya dan day off dia gak pernah sama. Lalu kapan sama-samanya dong? So another way to lower my expectation lagi. Cari aja job yang part-time, tapi job part-time apa yang ada di bidang PR.
Terus punya pikiran, ah paling bulan depan hamil (lagi ikutan program hamil juga anyway, doakan ya), kalau udah hamil tanggung amat kerja, udah lah tahan dulu aja. Lalu, aduh kalau bekerja, ini si suami yang pergi pagi, pulangya malam terus, siapa yang siapin sarapan dan makan malamnya, masak suruh beli terus makan malamnya, apa iya saya sanggup untuk pijitin dia rutin seperti yang saya lakukan selama ini, kalau telah bekerja saya yakin saya sudah kehabisan tenaga untuk itu semua.
Gitu-gitu aja muter-muter gak kelar-kelar. Huft!
Lalu efek (kebanyakan) berpikir hal yang sama yang cuma bisa ditumpahkan kepada suami yang pergi kerja jam 6 pagi pulang jam 11 malam kadang jam 1 malam, yang malah kerap kali ditinggal tidur karena sudah kelelahan. Dan belum sederet tetek bengek gak penting obrolan yang saya ciptakan karena perasaan kesepian dan ingin diperhatikan dia (ssst! gak usah anggep saya drama, wait until you are in my position). Well yeah, udah cukup saya denger cerita pengantin baru "aduh kenapa suami gw berubah jadi gak romantis kaya pas jaman pacaran dan bla bla bla", nah kalo saya ceritanya udah begitu namun plus-plus ditambah kesusahpayahan saya dan suami mengadaptasi dalam berbagai perubahan yang saya sebutkan diatas bersama-sama. Seems both of us looking the comfort from each other, but it's barely to find, because it's hard to give another one a comfort when you haven't had yours, isn't it? Yang ada malah muncul perkara-perkara kecil yang menyita waktu dan tenaga.
People always said 'menikah dan pacaran itu beda, definetely. Saya termasuk golongan yag tidak mengimani itu hingga saya benar-bernar merasakannya dalam pernikahan saya sendiri. Bahwa perbedaan ya sebenernya enggak banyak jauh berbeda sih. Ketika kita bilang bahwa pacaran dan menikan itu beda, simply just like u see when you are dating you are not everyday together, but when you are married, 24/7 without exception. Nah hal-hal yang kita belum lihat dalam masa 'tidak bertemu' ketika pacaran itulah yang terlihat secara jelas pas udah menikah. Sometimes it's a nice things, but gak jarang juga it's-not-that-nice things. And you ready or not, you have to face it anyway. Pas pacaran, kalau lagi ngambek bisa menghindar. Lha ini udah nikah boro-boro menghindar, tidur aja masih sekasur belum ditambah harus buatin makanan keesokan paginya sebelum doi berangkat kerja. Well honestly males gila. Nah itulah tantangannya jadi istri. Berbakti. Berat memang, iyalah hadiahnya surga *mengutip petuah papa
Itu versi istri, saya yakin suami saya juga punya sederet list bagaimana dia berjuang menghadapi pernikahan kami pada awalnya dulu, cuma dia gak punya waktu aja untuk cerita dan nulisin ini diblog.
Dan masih banyak perintil para newly-wed lainnya yang saya berdua hadapi. Gak jarang, sering kali malah, karena kita masih pada tahap yang namanya beradaptasi dengan pernikahan itu sendiri, we got lost, then we fight, big fight.
Dan masih banyak perintil para newly-wed lainnya yang saya berdua hadapi. Gak jarang, sering kali malah, karena kita masih pada tahap yang namanya beradaptasi dengan pernikahan itu sendiri, we got lost, then we fight, big fight.
Beradaptasi dengan pekerjaan-tanggung jawab baru, lingkungan baru, tempat tinggal baru. Role changing itu sendiri aja sudah cukup menantang, dan segala perubahan baru lainnya yang harus kami adjust secara instan. Yes, instan, gak boleh lama-lama. Ntar ketinggalan. Orang Singapur jalan kaki aja cepet banget padahal weekend (keluar konteks, haha). I mean pace disini berasa apa-apa harus sigap, cepat. Berada dalam posisi saya, beradaptasi adalah satu-satunya cara bertahan hidup. Dan dari semua yang perubahan yang harus kami serap dan adjust baik-baik itu, muncul satu-dua perkara dalam rumah tangga, atau dalam pekerjaan, atau dalam hal apapun tanpa disadari pressure stressnya jadi 2x lipat. Stress dalam kadar normal aja untuk sebagian orang langsung cari pelarian, entah ngobrol sama temen, atau clubbing misal. Lah kami mau kemana, tinggal cuma berdua, sahabat jauh semua, boro ngebeer di bar. Sayang amat 10 dolar. Atau clubbing yang entrynya of course beda jauh sama Jakarta atau Bali. Percaya atau enggak hal-hal begini membuat kami akhirnya perlahan kembali pada jalan yang benar. Ah I got another point to enjoy my life here. Like I said tadi, disini saya lebih bisa mengenal diri saya sendiri. Punya banyak waktu sendiri membuat saya juga lebih punya waktu dengan Tuhan. For instance, pada titik ini ya saya sadar kalau resah, gelisah, bin galau, mau curhat sama siapapun gak akan membantu dan selega kalau belum curhat ke Tuhan. Disini saya lebih punya banyak waktu untuk dan mengajak suami saya berdoa dan mendekatkan diri kepadaNya.
"Nda happy dan enjoy banget ya, tinggal di Singapore, keliatan dari foto-fotonya."
"Lo seneng-seneng aja tuh isi postingnya juga happy-happy jalan-jalan terus."
"Aduh iri, enak banget sih tinggal di Sing."
"Enak ya udah nikah, gw belom."
*mengutip sebagian komentar orang-orang lagi dan lagi
Yes I am. Tapi gak tau kan gimana saya bisa ada pada titik itu. Dan yeah of course, itu yang terlihat dari postingan Path dan Instagram saya, yang perlu di share yang happy aja. People doesn't need to know if we are sad or suffering kan ya. And I don't need to complaint and mengeluh ketidaknyamanan yang saya rasakan bukan. I don't need to post about my 1,5 months non-stop bleeding kan yang simply doctor said it just because I'm stressed and it's affecting my hormonal kan.
Intinya adalah, segala aspek hidup, apapun yang kita kerjakan, dimanapun kita berada, masing-masing punya challenge yang berbeda-beda. Jangan iri saya tinggal disini, saya tiap hari merindukan keluarga saya dan craving mau makan tongseng dan gorengan abang-abang pinggir jalan. Semua punya kenikmatannya sendiri-sendiri. Saya bisa survive menikah dan setahun tinggal disini dengan setumpuk perubahan yang saya harus sesuaikan dalam waktu bersamaan, belum tentu akan sukses juga jika yang saya alami ini juga dialami oleh orang lain. Sama halnya saya melihat teman-teman saya banyak yang hijrah ke London, Paris, Dubai, Australia, German, dan banyak kota atau negara lainnya. Terlihat indah, karena saya yakin hanya keindahanlah yang mereka tampilkan. Saya yakin dibalik keindahan itu, masing-masing dari kami berjuang untuk beradaptasi dan mengatasi banyak krisis kehidupan yang dialami. Everybody has their own dirty laundry. Single atau sudah menikah, sudah dikaruniai anak atau belum, jadi wanita karir atau ibu rumah tangga, tinggal ditanah air atau di negara orang, satu yang saya pelajari dari up and down kehidupan saya setahun belakangan ini, yakni bersyukur! Karena saya percaya Tuhan telah memberikan kenikmatan sesuai porsi umatnya masing-masing.
the point you enjoy your life, your work, where you live is back to you, do you know how to enjoy it or not |
Segala perubahan butuh waktu, dikala saya menulis ini, alhamdullilah saya sudah merasakan bahwa saya sudah lumayan bisa menyesuaikan diri terhadap semuanya. Menyesuaikan diri bagaimana bertanggung jawab sebagai istri, bersikap kepada suami, menjaga kehormatan rumah tangga, menyesuaikan nikmatnya menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, mengerjakan segala yang saya suka yang dulu saya belum ada waktu mengerjakannya ketika masih menjadi wanita karir, menyesuaikan diri untuk lebih nyaman dengan diri saya sendiri, mengatasi rasa kesepian, terbiasa dengan jauh dari teman, sahabat, dan keluarga, menyesuaikan diri untuk menikmati masa-masa ini, masa yang harus saya nikmati berdua dengan suami, pacaran.
Saat saya menulis ini, alhamdulilah saya (kami) sudah cukup merasa stabil. Saya dan suami bisa mengatasi printil-printil yang dulu selalu menyita pikiran, kami semakin mengenal satu sama lain, bisa lebih mengatasi dan menyesuaikan perbedaan dan karakter diantara kami. Begitu juga dengan kekhawatiran saya tentang pekerjaan dan menjadi ibu rumah tangga, sampai pada akhirnya saya berani buka LinkedIn, mengupdate profil saya, lalu membuat CV baru, dan apply ke salah satu company yang sedang buka lowongan sebagai full-time staff. Gak nyangka saya akan sesiap ini mengambil langkah tersebut, padahal dari kemaren maju mundur aja. Well let's see bagaimana updatenya nanti.
Intinya saat ini saya telah sampai pada titik dimana saya lega, tidak lagi khawatir dan bingung dengan bagaimana cara menyesuaikan diri terhadap setumpuk hal-hal tersebut. Bahasanya, udah tau selahnya, semacam itu lah. Emosi juga lebih terkontrol, banyak hal yang kurang menyenangkan terjadi, tapi saya bisa let it go easier dibanding tahun lalu.
Disadari atau tidak semuanya tidak lepas dari peran saling mendukung dengan suami, meminta restu orang tua, dan doa dari kerabat terdekat, berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan, dan mencari kesibukan dengan hal-hal yang disukai, misal sekedar mewarnai buku, nonton serial TV, atau beli setumpuk buku favorit.
And a year already with all of this new things, I'm proud I can go through all of it. And now this is only the beginning of the new chapter, the new year...
Saat saya menulis ini, alhamdulilah saya (kami) sudah cukup merasa stabil. Saya dan suami bisa mengatasi printil-printil yang dulu selalu menyita pikiran, kami semakin mengenal satu sama lain, bisa lebih mengatasi dan menyesuaikan perbedaan dan karakter diantara kami. Begitu juga dengan kekhawatiran saya tentang pekerjaan dan menjadi ibu rumah tangga, sampai pada akhirnya saya berani buka LinkedIn, mengupdate profil saya, lalu membuat CV baru, dan apply ke salah satu company yang sedang buka lowongan sebagai full-time staff. Gak nyangka saya akan sesiap ini mengambil langkah tersebut, padahal dari kemaren maju mundur aja. Well let's see bagaimana updatenya nanti.
Intinya saat ini saya telah sampai pada titik dimana saya lega, tidak lagi khawatir dan bingung dengan bagaimana cara menyesuaikan diri terhadap setumpuk hal-hal tersebut. Bahasanya, udah tau selahnya, semacam itu lah. Emosi juga lebih terkontrol, banyak hal yang kurang menyenangkan terjadi, tapi saya bisa let it go easier dibanding tahun lalu.
Disadari atau tidak semuanya tidak lepas dari peran saling mendukung dengan suami, meminta restu orang tua, dan doa dari kerabat terdekat, berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan, dan mencari kesibukan dengan hal-hal yang disukai, misal sekedar mewarnai buku, nonton serial TV, atau beli setumpuk buku favorit.
And a year already with all of this new things, I'm proud I can go through all of it. And now this is only the beginning of the new chapter, the new year...
3 comments
Mandaaa... Tulisan lo inspiring! I was wondering gimana rasanya kalo nanti setelah nikah gw dibawa ke luar Jakarta, jadi ibu rumah tangga, dll karena bisa jadi gw akan mengalami itu semua nanti. Dan gw cukup dapat gambaran dari tulisan lo ini. Gw suka cara lo menyampaikan uneg-uneg, pengalaman, dan keluhan tanpa harus menjadi negatif. Always be positive ya Man, dan semoga hasil test pack segera jadi positif juga. :)
ReplyDelete- Ema -
http://velvetycrema.blogspot.com/
omg emsssss,
Delete1. gw ikutan seneng banget lo mau dipersunting yaaaa, kagak pernah nih gw liat poto abangnya, gak pernah denger ceritanya, gaktaunya dah mau nikah aja. anywayyyy good luck utk persiapannya and welcome to bridezilla world. grrrrwwaarrr
2.makasih doanya ema, aminn ya rabbala alamin smoga nanti testpack nya positif juga haha.
3. jadi emang abis nikah mau dibawa kemanaaa? hahaha
and thanks responnya tulisan ini lama banget prosesnya setahun butuh setahun lebih researchnya hahaha
Baru baca balesan komennya hahaha... Iya kita anaknya diem-diem biar surprise :D Ternyata nggak jadi ke mana-mana Man, penempatan suami di Jakarta. Tapi nggak tau deh ke depannya hahaha
ReplyDeletehttp://velvetycrema.blogspot.com/