FAQ: Ibu Rumah Tangga

Thursday, March 02, 2017

Hallo Nda, apa kabar?
Hai hallo, long time no see, baik... Lo gimana?
Baik juga alhamdullilah, eh mau nanya dong...
Mau nanya apa?
Waktu dulu lo dari career woman lalu berubah jadi housewife gimana Nda?

***

Lalu saya selalu terdiam sejenak untuk menelaah pertanyaan yang entah beberapa kali dilontarkan dari teman-teman saya tersebut. Alasan bertanyanya banyak ada yang mau nikah dan langsung mau di boyong ke negara lain, ada yang capek mau coba usaha sendiri jadi punya banyak waktu buat anak karena bisa kerja dari rumah, ada yang promil alias program hamil, ada juga yang mau sambil kuliah S2/S3.
Hmm... Apapun alasannya, saya selalu bingung harus memulai dari mana untuk menjawabnya. Karena walau pertanyaannya terdengar sederhana namun jawabannya gak bisa sesederhana itu. Kata ...lalu berubah jadi housewife gimana Nda? kalau mau saya masa bodo dan pake template basa basi busuk ya paling jawaban yg keluar hanyalah,
 "Ya gak gimana-gimana fine-fine aja...", zzzzttt.
Hahaha lalu teman-teman saya langsung menghujani saya dengan pertanyaan anu itu beruntun yang gak ada habisnya. Sudah dijawab dari aspek A, lalu muncul pertanyaan dari aspek B, lalu kepo buat kasih pertanyaan lanjutan di aspek C. Lalu muter gak berhanti sampe gak sadar 1/2 hari kok saya chat sama dia doang, lalu besok paginya masih ditambah sesi konsultasi lagi dengan "Kalau gw X menurut lo bakal Y atau Z nggak ya? Kalo lo dulu gimana?" Lalu another half day of my life buat sesi sharing-saharing lagi. Aha! Saya jadi sadar mungkin saya ada talenta buat jadi speaker untuk life coaching about marriage and wife life. Eh tapi beneran pernah loh, dulu saya jadi speaker skala internasional (ya secara kan diadain di luar negeri dengan audiens Singaporean, haha) sharing tentang housewife and entrepreneurship di acara Women of Haya.

See? Belum jadi housewife tapi baru mau nanya aja pertanyaannya udah kompleks banget kan. So jawabannya juga gak akan kalah kompleksnya. Karena telah berkali-kali saya ditodong untuk sharing pengalaman saya tersebut. Saya menyimpulkan beberapa pertanyaan besar tentang menjadi ibu rumah tangga yang bisa saya rangkum dibawah ini.

FAQ (Frequently Asked Question)

1. Nda, gimana rasanya jadi ibu rumah tangga di luar negeri?
Fun!
Seriously... Walau saya belum nemu komunitas para mamah muda alias mahmud yang beredar di Singapore, haha jadi saya belum bisa upload di Path foto eksis brunch or high tea di cafe-cafe. :)
Tapi ini tahun ketiga saya menikah, means sudah 2 tahun lebih saya meninggalkan kehidupan karir saya. From Public Relations di hotel bintang 5 yang biasa day to day ngurusin media baik lokal ataupun internasional, ngurusin event, lalu sekarang 'cuma' jadi Ibu Rumah Tangga sejati yang ngurusin semua A to Z pekerjaan domestik. It is totally 2 huge different things. But yes, each has its excitement (at the beginning! Hahaha, of course suruh nyikat kamar mandi tiap minggu ya gak feels excited dong ya. Hihi). I really feel I own my both worlds. Dulu sebagai wanita karir, saya bebas bekerja ngapain aja, sampai jam berapa aja, ketemu siapa aja. Sekarang saya bebas ngatur rumah semau-mau saya, punya banyak waktu buat milih mau beli coffee table, rak buku, dining chairs, deterjen, dan model vas bunga yang kayak gimana, dekor rumah dengan theme apa. I am still the queen of my world! Nothing change.

2. Bosen gak Nda? Kan kerjaan lo cuma gitu-gitu doang.
Heh! Kalo cuma ngurus rumah sepetak dengan 2 orang penghuni elo sama laki lo doang aja masih pake mbak, jangan ngomong! (heeeeeitss, nggak denggg, saya gak pernah jawab begini kok, pengen sih tapi takut di unfriend. Haha)
Kerjaan saya walau cuma terlihat "gitu-gitu" doang lalu apa bedanya sama kerjaan anda? Anda juga datang kerja pagi, ikut morning briefing, kerjain report, kasih ke bos, lunch, follow up project, meeting client, arrange event, pulang. Gitu doang juga kan? 5x seminggu selama 12 bulan? Plus dapat cuti liburan susah. Sama bonus macet-macetan berangkat dan pulang kerja.

Enggak kok really, kerjaan IRT gak sesederhana kelihatannya. Ada yang pernah kasih timer gak berapa waktu yang dihabiskan buat cuci alat makan dan alat masak 2 orang? Saya! It takes 20 menit. Serius, cuma buat kerjaan "gitu-gitu doang" nyuci piring. Bayangkan, berapa waktu yang dibutuhkan mulai dari ngelap kaca, nyapu, ngepel, nyikat kamar mandi, nyuci piring, jemur baju, lipat laundry, dekor rumah, nonton kdrama, marathon Netfilx, baca novel, buka youtube makeup tutorial or skincare review, sama compare harga tiket liburan? Haha. Believe me ladies, you will never ever ngerasa jadi IRT itu kerjaannya "gitu-gitu" doang. Jadi IRT sebaliknya malah punya banyak kerjaan dari sekedar kerjaan kantor yang "gitu-gitu" doang.
Just put positioning dimana tugas IRT gak ada bedanya sama tugas karyawan kantoran. Orang ngantor yang ngurusin kerjaan kantor, IRT ya ngurusin kerjaan rumah, kalau bisa dapat kesempatan punya waktu luang nonton kdrama, ya anggep aja itu the perks working in 24/7 company. Ini benefit company saya. Sama seperti benefit kantor-kantor anda semua ada yang berupa bonus gaji, insurance cover, sampai jalan-jalan ke luar negeri.

Jadi bosen nggak? Enggak, asal tau gimana cara menikmatinya dan bersyukur terhadap keleluasaan waktu yang dipunya. Saya berani taruhan semua yang pernah kerja juga pasti ngerasa bosen kerjaannya gitu-gitu aja. Or just simply bosen karena capek aja, pengen punya me time, pengen sendiri, pengen liburan. Saya juga demikian, ada rasa dimana saya iri kalau melihat press conference di postingan teman-teman sesama PR saya, merindukan masa dimana saya feel fried and crisis jumpalitan juggling kerjaan kantor sampai kadang kala tumbang karena kecapekan kerja dan kondisi tubuh drop drastis. Rasa jenuh sesekali itu normal kok, tapi jadi IRT tidak membuat saya jenuh sama sekali. AS long as you know how to enjoy your life and feel the uncountless blessings that you have.

3. Yah tapi gw benci banget ngurus kerjaan domestik gitu. Mana gw bisa...
Percayalah bahwa setiap role di dunia ini ditentukan oleh yang namanya bakat. Selain jadi ibu yang katanya bakat-bakatan itu, jadi istri juga sama enggak ada bedanya.

Ada istri yang bakaaaaaaaaat banget ngurusin kerjaan rumah, contohnya kayak temen saya si A, habis resign dia menikah dan punya anak, beberapa kali dia menghadapi masalah yg paling lazim dijumpai dikalangan ibu-ibu zaman sekaranng yaitu susah cari Asisten Rumah Tangga (ART), beberapa kali dia dicampakkan oleh ART yang dia udah sayang-sayang. Jadi ada dalam waktu tertentu di harus urus rumahnya sendirian beserta urus anaknya yang masih pada kecil-kecil. Bisa aja tuh dia survive. Rumahnya bersih, tersusun rapi. Malah dia bilang gak ada mbak rumah jadi lebih bersih karena semua dia kerjain pakai tangan sendiri jadi pakai level standard dia, of course sesuai ekspektasi dia. Anaknya fine aja terurus, menu makanan anaknya rapi tersusun dalam jadwal, ilmu masaknya luar biasa, bikin masakan sederhana sampai baking kue apa aja segala bisa. Terlepas ceritanya pencitraan atau bukan yang jelas, A telah sukses masuk kategori: BERBAKAT.

Si B beda lagi, dari wanita karir, menikah dan punya anak, malah tambah stress pas resign, boro-boro rumah jadi lebih bersih, yang ada rumah jadi kaya sarang penyamun, berantakan, gak terurus, alat makan aja berceceran hilang-hilangan, saking stres di rumah jadi lupa kalau sudah punya anak, lalu anak lebih sering dititip sama mertua dan dia beserta mahmud sosialita lainnya kerjaanya nongkrong aja ngafe gak jelas pulang jam berapa. Selamat, B anjlok pada kategori: TIDAK BERBAKAT

Oke sekarang si C, dari yang sama bodohnya dengan si B enggak bisa ngapa-ngapain. Waktu belum menikah dia tinggal di rumah orang tua yang walau ada mesin cuci tapi malasnya minta ampun, ngerasa sudah kerja punya duit yaudah bawa aja ke laundry kiloan paling cuma beberapa puluh ribu, apalagi masak, boro-boro mau bantuin ibunya siapin dinner! Tapi sejak menikah pelan-pelan dijalani sedikit demi sedikit  belajar memasak, dan ternyata masakannya enak. Walau kadang cuci piring masih suka keteteran 3 hari sekali dan lipat laundry bisa 3 minggu sekali. Tapi rumahnya gak berantakan-berantakan amat kayak si B. Maka C yang masih suka males ini berada dalam kategori: LUMAYAN BERBAKAT.

Dan alhamdullilah saya ada di kategori terakhir. Hahaha, saya yang kalau mau lipat laundry masih suka nyari orang biar bisa sambil teleponan. Karena bagi saya melipat baju segunung itu pekerjaan yang tidak begitu banyak makan tenaga tapi juga tidak banyak makan pikiran sehingga enggak harus fokus-fokus amat, jadi bisa banget disambil. So saya selalu pengen nyambi kalau sembari melipat cucian hasil 3 minggu tersebut dengan teleponan dengan teman atau sepupu saya. Tapi sayur asem, sambel goreng teri kacang dan bakwan saya ya boleh lahhh diadu. Sssst ini bukan kepedean tapi ini hasil pujian dari suami foodie saya sendiri yang juga anak F&B hotel bintang 5 bahwa masakan saya sedap (ya enggak tau beneran sedap atau takut aja saya ngamuk kalau dia komentar jujur. Haha).

No no no ladies, kita enggak boleh males dan enggak boleh benci mengurus pekerjaan domestik. Karena ini sudah kodratnya menjadi tugas kita, unless;
-Kita mampu untuk bayar ART (kalau saya blessing in disguise tinggal di luar negeri, karena upah ART disini enggak bisa semurah di Jakarta, so saya end up ngerjain semuanya sendirian dan suami membantu jika hanya dia lagi day off kerja). So kita bisa jadi istri yang hengkang dari pekerjaan domestik dan delegate semuanya ke ART, ingat yang mau seperti ini berarti harus udah siap bayar gaji ART sama siap akan nyinyiran opini publik terutama yang dapat mertua OCD dan super resik "halah wong di rumah aja masak ngerjain gini aja butuh pembantu!" okay?
-Suami kita penganut konsep gender equality dimana istri tidak harus mengerjakan pekerjaan domestik atau role changing dimana istri yang bekerja suami yang mengurus rumah.
Saya juga membenci pekerjaan ini pada awalnya, but heyyyy, learn to love it. Marriage is not about enak-enaknya aja, the commitment is not only to take care our husband but also to take care our house. Saya sama sekali zero dalam urusan pekerjaan domestik, namun karena dihadapkan pada situasi "no choice" juga di Singapore piara ART (dan well berbekal falsafah hidup 'gak guna juga rumah mungil segini aja kok mosok gak mampu take care sendiri') maka saya sukses memaksa diri saya untuk pindah lajur dari yang super pemalas tidak berbakat naik posisi jadi lumayan berbakat.

The key is when you are lazy then it's your problem to adjust and fit into the situation. Tapi enggak bohong kalau jadi IRTnya di Jakarta mungkin saya udah panggil goclean seminggu sekali buat assist saya sesekali sih. And you never know when you haven't experienced it. Siapa tau malah ada bakat-bakat tersembunyi yang muncul setelah banyak waktu di rumah, seperti bakat memasak saya. So keep fighting!

4. Tapi entar gw jadi enggak bisa ketemu orang-orang...
This is totally TRUE! Unless you are introvert person. I am very extrovert person, energetic and love talking with people. Dan sebagai lulusan orang Komunikasi dengan program studi Public Relations yang juga telah bekerja hampir 5 tahun dalam dunia kehumasan. Kurang sengsara apalagi saya tiap hari cuma bisa komunikasi 1 arah dengan cara nulis atau upload social media, komunikasi 2 arah nanti tunggu suami pulang kerja jam 10 malam paling cepat itu juga enggak lama, karena dia sudah kelelahan dan harus tidur untuk kemudian bangun untuk bekerja keesokan pagi butanya. Ini concern terbesar yang masih saya rasakan dan coba atasi hingga saat ini. Dulu saya menghabiskan rata-rata 10 jam lebih perhari di kantor. Saya bicara  tidak hanya dengan rekan kerja namun juga dengan orang-orang baru yang saya temui. Dan saya sangat menikmati bisa bersosialisasi dengam cara demikian. I love meeting people and their story always be sesuatu yang memperkaya wawasan saya dan membuat saya feeling alive.

Ketika saya benar-benar hidup di negara ini sendiri, wah saya stres berat, end up-nya jadi nagging ke suami karena saya merasa dia yang enggak punya banyak waktu buat saya dan saya butuh perhatian yang lebih. Jerih payah saya melewati kesendirian saya di tahun pertama dalam pernikahan pasca resign dari perkerjaan saya dapat dibaca disini. Eits tapi ini kan saya diluar negeri, saya jauh dari orang tua dan teman-teman terdekat. Kalau yang masih tinggal 1 kota dengan orang tua dan sahabat-sahabat di tanah air saya yakin kesendirian yang terkesan menyeramkan itu tidak sengeri yang dibayangkan kok. There is lot of family and friends yang bisa kita ajak ketemuan. Saya aja yang benar-benar sebatang kara di negeri orang bisa survive masa yang masih di tanah air enggak. Ketemu ya ketemu aja. Sejak saya jadi IRT saya jadi lebih menghargai keleluasaan waktu yang saya miliki. Saya bisa hang out dimana aja, kapan aja tanpa terikat jam kerja dan kewajiban mengumpulkan laporan akhir bulan ke bos. Di Singapore sejak adanya NAMAZAHRA, saya jadi kenal banyak perempuan-perempuan lain di luar sana yang berhasil sukses keluar dari kantor tempat mereka bekerja dan have a wonderful life.

Karena pola pikir kita masih belum think outside the box. Kita sering menganggap bahwa normal life is working at company. Padahal for having happy life itu jauh dari sekedar bisa bekerja demikian.
Bertemu dengan orang bisa dimana aja, kalau kita tidak bekerja dan tidak mempunyai rekan kerja, maka carilah kegiatan yang bisa membuat kita bertemu dengan orang-orang baru. Anggap ini masuk dalam kantor baru, tidak punya teman dan kita harus cari teman baru. Coba join yoga membership, ikut Mandarin course, volunteer charity project, atau simply datang ke tausiyah di masjid dekat rumah. Intinya, you just haven't meet people like you, yet.

5. Hmm, tapi gw masih belum tau minat gw itu ngapain...
Guys, ya belum dicoba ya mana kita tau.
Dulu, sudah kesepakatan 6 bulan sebelumnya ketika lamaran bahwa "Habis nikah kamu ikut aku ya!" Kalian beruntunglah bisa bertanya sama saya. Saya dulu gak punya waktu untuk research sana sini, nanya-nanya orang apalagi. Boro-boro saya nyiapin nikahan aja LDR-an sama suami beda kota. Jadi agak gak konsen. Jujur saya poor planning banget sih memutuskan resign dan langsung pindah ikut suami (ke luar negeri pula). Jadi tahun pertama saya struggle berat buat nyari tau "Saya nih sebenarnya mau ngapain sih? Mau kerja di Singapore, mau punya anak dulu, mau les dulu, mau buka bisnis dulu, mau kuliah dulu apa gimana?"

So kebanyakan pertimbangan ini itu tanpa berani memulai yang mana akhirnya enggak ada yang jalan semuanya.  Maka saran saya sebelum resign, research dan galilah informasi yang dalam tentang minat yang dimiliki, dimana tempat untuk menyalurkan minat tersebut. Buat to do list or even shopping list. Misal mau part-time working, harus sudah tau bakal part time di what kind of industry. Siapin mental bisa gak biasa misal tugas di kantornya "berat" lalu "cuma" dikasih tugas kerjain perintil-perintil part-time (jangan underestimate kerjaannya berasa gak sesuai sama background pendidikan or whatsoever, ya namanya juga part time mau tanggung jawab  dan pekerjaan kayak gimana dan sebesar apa sih yang bakal kita dapat?)

Kalau mau bisnis juga decide, mau bisnisan apa, berapa modalnya, cukupkah tabungan kita.
Teman saya si D, sadar dan mengeksplor kemampuan dia dalam bidang seni adalah ketika dia sudah menikah dan memiliki anak. Dari kaligrafi, melukis, flower arrangement, dan semua seni lainnya yang saya kagum semua akan kepiawaian dia dalam bidang-bidang tersebut yang katanya dia enggak pernah sadar dan gak pernah coba dulu ketika dia masih jadi pekerja kantoran.
Kalau untuk saya pribadi, saya enjoy banget ikut yoga membership di salah satu studio di daerah Orchard (padahal alesan biar pulangnya bisa shopping, haha) yoga yang telah saya ikuti 1 tahun lebih ini membuat saya punya plan untuk ikut Yoga Teacher Training  (YTT) tahun depan, amin, doakan ya, semoga rasa percaya diri terkumpul dengan cepat. Di tambah alhamdullilah dengan adanya NAMAZAHRA saya sadar bahwa saya bisa loh bikin website sendiri, sekalian bisa jadi model dari baju-baju yang saya jual (wah pernah jadi semifinalis Wajah Femina ternyata ngebantu banget buat pede di foto, hahahah ya walau hasilnya ya ngepas aja sih belum kayak model papan atas, yaiyalaaaah siapeee gueee), plus berkat kamera modal yang saya miliki saya jadi bisa eksplor dan belajar cara pakai kamera mirrorless, saya jadi ngerti apa gimana cara pakai ISO, apperture, dan shutter speed, lalu mengeditnya di aplikasi handphone, hasil fotonya yaaaa bolehh lah cukup instagramable, bisa di cek disini, hihi.
So kalau enggak tau minatnya mau ngapain, maka dicari tau, dan pelan-pelan dijalanin nanti terlihat sendiri kita passionatenya di bidang apa.

6. Ide dong selain itu apa aja sih kegiatan yang asik yg IRT bisa lakuin, asli gw buntu banget nih!
Banyak banget bok!
-Like I said, we are the Queen of our home, do you ever notice that pilih deterjen brand apa or buah jeruk dan apel di supermarket beserta jajaran belanja bulanan termasuk pilih menu clean eating buat dimasuk itu bisa jadi hal yang fun? If you are not, maybe it is just me that make walking slowly from shelf to shelf when do groceries shopping as my therapy.

-My therapy pastinya not only groceries shopping dong, tapi juga shopping-shopping lainnya.  Karena saya tinggal di Singapore, di pusat shopping segala macam ada, plus yoga di daerah sana. Jadi pemandangan banget deh liat etalase toko-toko di mall. Keluar masuk liat-liat. Taste of fashion juga bertambah. And if you just feel bored with your current style now, time to make over! Biasa cuma kaos dan jeans serta converse, pelan-pelan beli dress dan sepatu Melissa. Haha untuk point ini harus ngerem-ngerem, please kalo enggak suami melotot dan ATMnya langsung diumpetin.

-Suka baca? Saatnya beli novel atau komik dan majalah kesukaan atau internet surfing and blog walking. Read, sleep, and repeat!

-Hobi nonton sambil ngemil? Silahkan marathon dari jam suami berangkat sampai suami pulang kerja.

-Pas ngemil jadi ngerasa gendut dan cuma bisanya nimbun lemak doang? Time to work your ass off! Ikut gym or yoga studio membership. Di buat rutin at least 1-2 minggu sekali. Or coba download app Kayla Itsines deh, 20 menit sehari aja dengan tempat secuil bisa di dalam kamar. No excuse to skip exercising. Gak ada alasan sibuk dan gak ada waktu untuk keep your body fit.

-See your living room now, then your bedroom, then your kitchen. Then you see those rooms at Pinterest. Wanna transform your house into those Pinterest material? Bisa banget, now you have plenty time to make the concept and cari furniturnya yang sesuai budget. Jalan ke ACE Hardware, Courts, Informa, apalagi IKEA sih gak pernah ada puasnya.

-Pernah kepikiran mau jadi enterpreneur? Nah pikir deh mau bisnisan apa, kalo modal belum cukup bisa ajak temen buat join. Gak usah ngoyo mau langsung punya kafe atau butik atau salon. Coba aja dimulai pelan-pelan dulu misal online shop seperti saya punya namazahra.com. Bagus lagi kalau punya modal lebih. Beli deh franchise ZAP or 20Fit yang sekarang sedang menjamur buka di daerah yang belum ada. While i'm typing this I really wanna have one. For example sebagai warga Bekasi, saya aja susah loh karena ini belum ada service seperti di sekitar daerah rumah saya. So always look for the opportunity yang bisa kita jalanin. Kuncinya jangan takut buat ambil resiko. Punya bisnis bisa untung bisa rugi. Lumrah kok, gak boleh males punya peranan penting dalam memiliki bisnis sendiri. Saya sampai sekarang masih struggling gimana caranya biar lebih rajin maintain online shop saya.

-Nonton Kdrama dan cuma ngerti "sarang hae" doang? Or terlalu jatuh cinta sama akses seksi orang-orang Perancis berbicara? Kenapa enggak ambil language course?

-Seperti teman saya D yang menemukan passionnya dalam bidang seni, maybe the blood is also in you. Cuma belum kelihatan aja. Saya coba semuanya, dari beli buku adult coloring Secret Garden hingga seperangkat cat air. Hasilnya saya enggak buruk-buruk banget as a first timer kok. Yang follow IG saya pasti pernah lihat beberapa karya watercolor saya. Saya sampai niat untuk bikin 1 water color painting ukuran A3 untuk saya pajang di ruang tamu di rumah yang sekarang saya tempati. Serta bikin 1 mural spot di rumah saya yang di Jakarta nanti. Anything related to art, music, fashion, or dance, anything, just explore and know your self better.

-Ngerasa muka kok jerawatan, kusam banget lalu kulit kering terus gak jago bikin alis serta gak berani pakai warna lipstiklain selain nude? Learn how to use skin care dan pakai makeup yang gak pernah ada habisnya di YouTube. Dan always go to Sephora bare face dan pakai semua makeup disana dan keluarlah full makeup dengan berbagai tester yang ada, haha. Seriously it's fun! Berulang kali coba lipstik yang harganya IDR 350.000 dan ngetes beneran kiss proof atau enggak.

-Cuma suka baca cerita dari blog orang. Is this a time to share your story as well. Create a blog and share anything, put photos and express your feeling. Termasuk feeling kalau stress dan jet lag jadi IRT nanti. Blog saya ini juga baru aktif tahun lalu. Ketika saya punya banyak waktu untuk pilih-pilih template dan belajar pakai bahasa html yang dari dulu saya susah ngerti dan buat saya urung nulis karena gak mood dan blog saya gak akan eye catching sebagus dan semenarik apapun cerita yang saya tulis nanti. Dibantu teman untuk buat pilih dan custom layoutnya hingga jadi seperti ini. Sekarang saya ada alasan untuk rajin nulis lagi (yang ternyata perjuangan berat untuk nulis rajin loh).

-Yakin mau nyerah dengan cuma ngomong "Gw sih gakbisa masak!" Terus? Gak mau coba? Saya gak pernah loh sama sekali nyentuh dan coba untuk masak masakan apapun. Tapi jadi IRT membuat saya mengerti bahwa bersihin cumi itu ditarik tulangnya yang panjang transaparan di punggung itu. Takaran pas buat bikin sambel goreng ati ampela untuk 2 porsi adalah, 10 cabai merah besar dan 8 cabai merah kecil. Serta ternyata bikin omelette kayak sarapan di hotel-hotel itu gampang (setelah saya lebih dari 5x gagal). A lot of things you can explore. Gakapa kalau gagal. Tapi setidaknya pernah mencoba, and practise makes perfect. Yang penting gak takut mencoba dan siap dipecundangi suami atau dicompare sama ibunya kalau masakan kita enggak enak.

-Punya sederet cafe list yang mau dicoba? Sekarang you have the time to sit and relax there either by your own or with your friends. Saya seringkali bawa laptop atau buku saya kesana untuk nulis dan baca berjam-jam.

-Waktu kerja dahulu saya yakin kita semua pernah berada dalam kondisi dimana ada tiket promo murah buat short escape tapi susah banget dapat cuti dari bos. Atau sudah dapat cuti dan tiket tapi giliran jadwal cuti suami gak pas. Sekarang waktunya arrange our holiday dan puas-puasin berlibur.

-This is time for giving back to the community. Tertarik buat jadi volunteer di suatu LSM? Atau ikutan Indonesia Mengajar?

-Punya banyak waktu buat diri sendiri saat jadi IRT berarti punya banyak waktu untuk merefleksikan diri. Merenung dan menimbang apa saja yang telah kita lalui hingga umur kita sekarang ini. What is good, what is bad, apa yang harus dipertahankan, apa yang harus dienyahkan. Lalu kaitkan dengan hubungan kita dengan sang pencipta. Seberapa sering kita "ngobrol" dengannya. Karena sudah jadi tabiat manusia untuk cuma minta-minta dan berdoa ketika sedang sedih, ketika sedang butuh bantuan, tapi ketika we are surrounded by laugh and happiness lalu sesi "ngobrol" ama Tuhan pun terlupa, udah paling mending bisa ngomong "Thanks God for your blessing today!" Udah gitu doang. Ustadzah dari tempat tausiyah yang saya datangi 2 minggu lalu berkata,
Jangan membicarakan kesulitan yang kita hadapi terhadap siapapun kecuali demi meminta bantuan untuk mengatasinya. 
Dang! Dari situ saya merasa tertampar dan tersadar jika saya sedang kesal menghadapi suatu hal. Saya bisa berjam-jam curhat telepon sahabat saya dan WhatsApp dia panjang lebar instead of meluangkan 10  menit buat mengadu dan menangis kepada yang menciptakan kondisi sulit yang saya alami tersebut. What a waste. Sejak saat itu, belakangan saya mulai coba perlahan untuk meningkatkan hubungan saya dengan Tuhan. Coba untuk baca Al-Quran daily, puasa sunah Senin-Kamis,  usaha keras untuk solat wajib enggak pakai bolong, solat duha, solat fajar, solat tahajud, dan rutin tulis reminder di planner saya setiap hari untuk make time to talk to Allah, thanking Him for blessings that you have, and istighfar more often. These 3 things saya akan ulang tulis terus setiap hari di agenda saya sampai ini menjadi kebiasaan and be a part of my daily life yang udah terprogram otomatis dan gak perlu saya tulis lagi. Coba ingat apa waktu kerja dulu kita punya waktu sebanyak ketika telah menjadi IRT dengan Tuhan?
So yeah, with this plenty of time yang kita punya sekarang kita jadi punya waktu banyak untuk quality time untuk diri kita sendiri, untuk orang-orang yang kita cintai; suami, sahabat, keluarga, lalu kenapa kita gak bisa punya quality time denganNya juga?

-Dan masih banyak sederet hal-hal lain yang bisa dikerjakan. Rajin aja baca dan update soal apa yang bisa digali dan dinikmati di waktu kita yang banyak ini.

7. Terus kenapa lo gak kerja aja di Singapore?
Mau banget, ngelanjutin kerja kantoran jadi PR hotel bintang 5 kayak dulu, bisa dandan cantik-cantik pakai stoking, high heels, dan blazer lagi, lompat meeting sana sini. Tapi di sini cari kerja gak semudah di Indonesia kawan. Singapore punya kuota yang sangat limited kalau untuk hiring expatriate. Ditambah preference requirement disini adalah bisa baca tulis dan bicara Mandarin.  Saya udah apply beberapa hotel tapi bye! Ditambah setahun pertama sejujurnya saya berada pada masa-masa menikmati kehidupan saya tanpa deadline kerjaan tersebut. Rasanya bebas banget bisa tidur sampe siang, gak mandi seharian, baca novel sepuasnya, ngotak-ngatik dekorasi rumah, dan sebagainya. Jadi saya gak manaruh effort yang berlebih untuk mencari pekerjaan yang "Amanda banget itu". Jika saya bekerja saya bukan hanya mencari uang semata, tapi juga harus pekerjaan yang bisa meningkatkan kemampuan saya dalam bidang PR dan Marketing as a PR person sesuai dengan apa yang saya kerjakan dahulu.

Kalau kerja full time disini punya kemungkinan yang kecil, maka kenapa gak kerja part time aja? Nah itu dia concernnya, pekerjaan dengan basis PR-marketing related mana ada yang dikerjakan part time? Udah gitu masih idealis maunya kerja di brand-brand well known kenamaan pula. Kata teman saya, you should lower your standard. Hmmm menarik dan bisa di consider.
Gak bohong suami saya mungkin saking kasihannya melihat saya enggak punya teman ngobrol akhirnya bilang "Kamu kerja partime aja jaga Sephora atau Daiso gih?" Cuma balik lagi, kalau mencari uang bukan menjadi the one and only alasan saya bekerja, kenapa saya harus menurunkan standard, saya toh saya masih punya keleluasaan memilih dalam bidang dan industri apa yang saya rasa saya sanggup melakukannya? Saya bukan merendahkan pekerjaan semacam itu saya hanya merasa bahwa saya masih sanggup melakukan pekerjaan yang masih berhubungan dengan PR-Marketing yang bisa mengasah skill saya dalam bidang tersebut menjadi lebih tajam.
Kalaupun saya harus bekerja pada bidang yang lain dan bukan menjadi PR person lagi, maka pekerjaan tersebut haruslah yang betul-betul saya senangi seperti:
-kerja di florist, simply karena saya suka banget sama bunga. Rumah saya gak pernah absen dari kehadiran bunga-bunga ini.
-kerja di kafe kucing, ahahahahah OMG you don't need to ask how I'm crazy about cat... Walau nanti disana kerjaan saya mandiin 10 ekor kucing, kasih makan, sama bersihin pupupnya. But as long as cat. I'm willing to do it.

unless it's about flowers
Lalu menginjak tahun kedua dimana saya mau serius mulai bekerja, namun malah datang wangsit  untuk mulai bisnisan aja. Dan gagalah saya cari kerja lagi. Tahun ketiga ini saya sudah mulai agak-agak merasa ternyata bisnis saya ini belum cukup untuk membuat saya fully occupied baik energi dan otak saya, dan saya mulai niat untuk cari kerja lagi. Let's see...

8. Duh tapi gw biasa beli apa-apa pakai uang gw sendiri. Aneh gak sih nanti apa-apa mesti izin dan ngarep duit hasil kerja suami? Berasa gak bebas mau beli apa aja.
Yaaaahhh kita kan gak kerja, ya itu namanya nasib kita sister. Makanya kalau mau resign itu harus pake pertimbangan matang dan kesepakatan di awal dari kedua belah pihak. We should talk heart to heart with our husband, especially for those yang newly-wed karenpa pastinya masih belajar karekter satu sama lain. Karena walau gimanapun suami enggak akan pernah ngerti kenapa perempuan butuh beli baju tiap ada kondangan yang mengharuskan pakai dress code, kenapa harga SKII itu mahal, dan kenapa untuk potong poni aja harus ke salon langganan yang jauh banget dan antri lama itu, dan berbagai perintil keperempuanan lainnya. Beri suami kita pengertian bahwa our monthly expenses adalah sejumlah X, ini yang biasa kita habiskan, ini ibarat "jajan" kita. Maka kasih tau biaya tambahan yang harus dia keluarkan untuk menanggung "jajan" kita ini setiap bulannya. Jadi gak ada acara entar komen dan nanya-nanya gak penting untuk gaya hidup kita yang sudah kita jalanin sekian tahun but now he is bothered karena kali ini kita pakai uang dia. Inget ya suami, bahwa happy life is happy wife...

Namunnnnn... Nah... Kita juga harus tau diri kondisi keuangan rumah tangga kita. Kalau setelah berhitung maka "jajan" kita ternyata gak fit in dalam budget, maka diperlukan adjustment! Bagaimanapun caranya, kita dan suami harus kerja sama gimana agar tanpa kita perlu bekerja namun keperluan-keperluan jajan kita setiap bulan itu tetap terpenuhi, entah mungkin dikurangi intensitasnya atau malah dihapus dan dialihkan untuk keperluan bersama contohnya beli furnitur buat dekor rumah. Yang sudah punya anak maka jadi beda cerita, karena expenses yang harus dicover suami harus double buat keperluan istri dan anaknya juga, dan dana jajan bisa dialihkan untuk kebutuhan anak.
Just bear in your mind, don't let the husband's money become your boundaries and feel so depressed because you can't get what you used to get. Jika seorang wanita harus resign dari pekerjaan akan suatu sebab, entah karena harus ikut suami pindah tugas ke luar kota atau luar negeri, atau demi program hamil, atau demi kuliah lagi, atau demi punya banyak waktu untuk mengurus anak, maka keputusan tersebut adalah suatu keputusan yang besar yang harus dipikirkan dan ditanggung bersama. Tidak hanya secara moral namun juga material. The key is compromising each other, husband should understand what the wife needs, her expenses, that is the things he should take care of. Wife should understand also now the money that she spend now adalah hasil kerja keras dan keringat sang suami, dan jika harus ada beberapa adjustment maka lakukanlah dengan ikhlas tanpa merasa terpaksa or merasa "Yeaah because I have no choice lah..." dan end up ngeluh-ngeluh belakangan "Sejak gw gak kerja gw udah gak pernah x, gak pernah beli x, etc etc". Kalau ada yang kurang atau gak cocok, maka diskusikanlah, cari jalan keluarnya. Kalau pengen spa tapi karena harus hemat duit ya share ke suami, kalau mau beli baju online di sis IG ya kasih tau. Kalau suami protes dan gak setuju maka bicarakanlah baik-baik dan cari jalan untuk mengatasinya. Tidak bekerja berarti siap berkorban untuk ngerem akan hasrat jajan kita dan siap terima bahwa akan ada banyak adjustment di kemudian hari.

Saya banyak denger cerita dari teman saya bahwa mereka "ngumpet" kalau mau belanja keperluan buat dirinya, karena males ditanya-tanya suami or merasa gak enak pakai uang suami. Menurut saya ini agak ironis, karena sudah seharusnya suami tau kemana uang yang dia hasilkan dihabiskan istri, dan sudah kewajiban seorang istri untuk menghadapi pertanyaan soal kemana uang suami akan dibelanjakan. Just live transparently especially about financial yang saya anggap adalah salah satu poin krusial dalam rumah tangga. Intinya kerja sama dan pengertian satu sama lain. Suami bantu mengawasi keuangan yang dikelola istri terutama jika istrinya khilaf ikutan PO sis IG. Hahahaha. dan istri harus ikhlas kalau sampai ada beberapa jajannya yang harus terhapus karena tidak masuk dalam budget atau harus dialokasikan untuk anak. Harus ikhlas. Jadi gak misuh-misuh. Kalau harus downgrade dari YSL-Bobbi Brown-Dior ke Maybelline-Wardah-Viva-Purbasari ya terima. Kan mau gak kerja karena pilihan kita juga?

9. Tapi gw punya konsep hidup bahwa mau bagaimanapun perempuan itu memang harus lebih baik punya penghasilan sendiri. Karena ya amit-amit nanti suami kenapa-kenapa dan istri harus struggle sendirian karena gak ada income.
True! That's why saya suka banget baca buku Sabtu Bersama Bapak by Adhitya Mulya. Dimana Bapak yang punya penyakit kanker dan akhirnya meninggal itu tapi tetap bisa membiayai kehidupan istrinya yang "hanya" ibu rumah tangga dan 2 putranya. Karena apa? Karena he is so great in life planning. Alodita di blognya share berulang kali tentang gimana pentingnya kita harus punya dana darurat untuk hal-hal seperti ini, dan saya setuju berat akan konsep tersebut yang sampai sekarang saya pun masih bersusah payah melakukannya. Well jujur ya, pernikahan itu matematika. Semua serba berhitung. So tabungan dana darurat adalah salah satunya.

Balik ke arah perempuan lebih baik punya penghasilan sendiri ini yang bikin saya cuma mau bekerja part time pada bidang yang sesuai dengan background pekerjaan saya dulu. Karena saya sadar, if I'm good at it, if something happen in the future I can easily step to pursue my career life back. So saya juga gak mau ngasal milih posisi dalam kerjaan walau hanya buat part-time unless itu about cat and flower, haha, dan randomly pindah kerja serabutan di macam-macam industri. Dan kembali pada yang saya bilang kenali diri kita dengann baik, talenta apa yang kita miliki. Karena talenta yang dijalani sebagai hobby adalah bisa menjadi income tersendiri jika kita ingin mengambil langkah lebih. Semua guru yoga saya disini adalah IRT yang suka yoga dan pekerjaan suami mereka yang selalu berpindah dari satu negara ke negara lain tidak menjadi boundaries untuk mereka dalam karirnya karena mereka bisa ngajar yoga dimana aja. Itu yang membuat saya tertarik untuk ikutan YTT. Dan masih banyak talenta lain yang bisa digali dan dikembangkan pada diri kita masing-masing untuk kemudian dijadikan uang dan tentunya berkarya dan buatlah usaha, apa saja, yang kita bisa.
We should think mau dikemanakan waktu-waktu masa muda kita yang berharga ini. Dan walau di rumah kita bisa menghasilkan uang juga, karena kerja gak melulu harus kantoran, mau kantoran tapi part time juga bisa kan, atau mau tottaly punya kerjaan lain seperti menjadi yoga teacher or freelance photographer atau malah punya bisnis kecil-kecilan sendiri. So bukan berarti kita juga harus diam enggak ngapa-ngapain dan cuma nikmatin uang suami aja.

10. Gw ngerasa gak PD dengan status Ibu Rumah Tangga (apalagi buat yang belum punya anak)
Yes karena kalau punya anak, there will be a nice excuse to just stay at home.
Even though it sounds so simple, but it is not. Saya pada awalnya juga merasa demikian apalagi ketika rekan-rekan sejawat saya yang sedang menanjak karir memperlihatkan eksistensinya. Saya merasa "kok kita dari lulusan kampus yang sama tapi bisa beda banget gini sih, dia udah promote jadi manager kok gw masih nyuci piring nyapu ngepel tiap hari?" To be honest, saya pernah merasa minder. My proud dulu waktu kasih kartu nama jika berkenalan dengan orang baru atau ketemu teman ketika reuni sirna sudah. But hey, now I have my own business card and I'm running my own business. Kita hanya harus bisa menumbuhkan kepercayaan diri kita dan yakin bahwa dengan menjadi IRT kita sama berharganya dengan mereka, terutama jika kita pilih stay at home karena untuk mengurus anak. We dedicate our thoughts pure for ourselves, for our marriage, for our own benefit, bukan buat company tempat kita bekerja instead. Bahwa kita berada pada level yang sama dengan mereka.

That's why saya selalu keep my self aware about apa yang happening di sekitar, untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya converstion gap dengan teman-teman saya para sang wanita karir tersebut jika kami berkumpul. Or just simply to have a good positioning of my self when husband brings me to meet his colleague or his boss. Sederhananya supaya saya jadi tau dan luwes dan gak mau-maluin untuk bergaul dan mengobrol dikalangan apapun.

Jangan juga berulang kali ngomong "Gw mah apa sih cuma ibu rumah tangga...", hello, anything you think about, anything you speak about, will reflect the outcome of who you are going to be. Kalau terus-terusan punya mindset "gw hanya ibu rumah tangga" then yes you are and you forever will be.
Dan remember one thing, bahwa confident woman always looks attractive when she talks. So, be confident and do not let being a housewife lowering down your self esteem!

***

A note based on my experience;

Stay at home wife (mom) sometimes drives you crazy, not because I am bored (at least not for me), saya gak pernah bosen, seperti yang baru saya jelaskan panjang lebar diatas bahwa saya punya sederet to do list yang bisa ganti sesuka hati dan kerjakan sesuka-suka saya. But because it makes you feel lonely. Terutama karena saya tinggal di negara yang jauh dari keluarga dan sahabat-sahabat saya dan suami saya lebih sering ketemu bosnya di kantor daripada ketemu istrinya di rumah.

So tetaplah bersosialisasi. Karena bicara langsung face to face itu berbeda dengan bicara through instant messenger. You will feel it.
Ketika saya bertemu teman saya yang hanya menghabiskan waktu dengan anak bayinya, from what I observe there is a point dimana dia awkward to talk and don't know to keep the conversation casually. Saya pribadi juga merasakan kalau saya jarang bersosialisasi and talk with human, sedikit demi sedikit communication skill saya menurun, saya jadi berasa agak bingung nyambungin obrolan sama orang, padahal ngobrol dengan sahabat sendiri, apalagi jika looking up them as "orang kantoran" gimana agar gaya bahasa saya juga selevel dengan dia. Simply karena day to day teman bicara saya hanya suami saya.

Atau mungkin yang sudah punya anak tapi ternyata merasa bahwa 24/7 ngobrol sama bayi juga tidak se-cute kelihatannya,
"I want to talk with adult as a human being, not gibberish, not baby talk!"
tapi kontradiksi sama kalimat selanjutnya,
"Gw di rumah aja tapi gak punya waktu buat diri sendiri karena sibuk ngurus anak, apalagi buat keluar rumah!"
Lah, gimana mau ngomong sama adult kalau kelar rumah aga gak bisa? Keluar rumah, get your me time, meet family or friends, hang out! Gak ada alasan "susah bawa anak" ya dipikirin gimana caranya, dititip ke mertua dulu, ke child care dulu, atau seret aja suaminya ke salon jadi anak digendong suami dulu lalu kita bisa curi waktu menipedi sejenak. It's just the matter of your time management dan pinter-pinter ngakalin serta teamwork dengan suami. Saya belum punya anak tapi saya tau itu possible. Karena saya selalu punya 2 golongan teman: yang nyantai dan menikmati hidup walau sudah ada anak tapi tetap bisa  me time dan yang anggep punya anak itu big deals dan anak dijadikan boundaries bagi dia untuk gak bisa ngapa-ngapain mulai dari hang out sama temen, me time, dan boro-boro buat holiday. It is your choice.
Seriously, do it. For keeping you sane... Unless you want to end up depressed and feel your stay at home life is miserable. How ironic it will be...

Pesan saya cuma satu, kita gak akan pernah tau kita cocok jadi stay at home wife (mom), or jadi working wife (mom) hingga kita merasakan keduanya. Dan staying at home doing nothing itu indah mungkin untuk 3-6 bulan pertama saja (buat saya) karena sisanya otak kita ini terutama dalam usia saya yang masih dalam kategori produktif ini haus untuk "dipekerjakan" jadi kita enggak pernah puas hanya dengan ngurusin urusan domestik dan ngerjain hobi aja.

Anggap masa awal setelah resign lalu menjadi full time housewife itu seperti honeymoon phase dimana semua nyaman indah tenang dan damai. Namun setelah periode itu lewat ada semcam panic attack mempertanyakan eksistensi dan arah aktualisasi diri. This is good sign, and keep challenge our self untuk melakukan hal-hal baru. Jangan terlena dan malah terlalu nyaman bersembunyi dalam comfort zone, karena nanti kita akan terbuai dengan kenyamanan tersebut. Then malah lupa dan bablas dan akhirnya lewat sudah masa-masa produktif yang harusnya kita habiskan dengan hal-hal yang luar biasa.
Saya nyaris terseret ke lubang ini nih, karena sampai menginjak tahun ketiga ini rasanya saya belum puas-puas akan pencapaian diri saya, walaupun saya melakukan hal-hal yang saya sebutkan di poin nomor 6 tadi. Saya rasa saya masih belum total dan fokus terhadap apa yang saya jalani. Ditambah mungkin saya belum terlalu sibuk karena masih banyak waktu yang bisa saya ciptakan sendiri karena saya belum mempunyai anak atau karena saya aja yang kebanyakan energi. Makanya sekarang sedang giat-giatnya mendisiplinkan diri saya untuk fokus meraih goals yang saya buat.

Disini bekerja kantoran sounds more stable banget, of course, perusahaan sudah punya sistem, dan kita sebagai karyawan cuma tinggal ngikutin sistem yang ada, goals yang harus dicapai sudah terpampang jelas karna di announce dalam kick off meeting di awal tahun. Dan jika kita mau naik level ibaratnya sudah jelas step by stepnya apa saja yang harus kita kuasai. Namun tidak dengan menjadi IRT, our self actualisation is determined by how ourselves accomplished the challenges created by our own. And when we are too lazy to create the challenges then we are done, we are stuck and we feel our housewife life is boring.

Saya sempat berpikir bahwa sepertinya saya akan lebih happy jika kembali ngantor, saya gak akan stres, karena punya banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan (padahal jadi IRT juga banyak yang bisa dikerjakan asal semuanya jelas dan kita fokus konsisten kerjainnya), saya bisa ketemu banyak orang walau hanya untuk ngobrol sepatah dua patah kata. Walau kalau kerja full time di kantor berarti harus siap terima resiko gak akan pernah bisa menghabiskan weekend bareng dengan suami seperti zaman kami bekerja dulu, karena saya back office libur weekend, dia operation libur weekdays dan itu juga gak jelas hari apa aja. Duh, saya pernah berada saya ingin kembali dalam comfort zone saya karena saya malas menciptakan goals and challenges buat diri saya sendiri. Saya malas keluar dari sistem yang saya sudah jalani 5 tahun sebagai karyawan kantoran tersebut yang cuma tinggal nurut aja company nyuruh kita apa, bos menginstruksikan kita apa. Challenges dan duties-nya sudah tersedia dan tinggal dijalanin aja, kerjaan done, gajian!

Bagi saya concern terbesar saya adalah saat jadi IRT adalah merasa flat hidup kok gini-gini aja. Karena ngeliat temen-temen sibuk sana sini di kantor, meeting sana sini, business trip sana sini. Dan saya akan terus tenggelam dalam perasaan seperti ini if I'm not challenging myself to do hal-hal baru lainnya.
Kenapa kita gak ngerasa flat kerja kerja di kantor? Karena kita gak pernah tau kapan di kasih deadline dadakan sama bos, dan kita tau kalau kita gak ngerjain tugas dan gak melakukan yang terbaik dalam pekerjaan kita, bakal ada bos yang siap marahin dan kita bakal dapat performance review yang buruk yang akan mempengaruhi bonus tahunan kita. Ada standard yang mengatur kita yang harus kita lakukan dan turuti.
Yes we feel more alive di kantor karena there are challenges and obstacles every day, we are not living at our comfort zone, bisa leyeh-leyeh baca majalah di sofa setiap hari. Kita berpacu dengan waktu, berdebat dengan client, menahan diri untuk enggak ngantuk di tengah meeting! Yes all the ups and downs that keep us alive and keep us feels more ideal for living as human being.

Sedangkan jadi IRT? Enggak ada yang bakal marahin kita kalau kita gak cuci piring (kecuali yang tinggal sama ibu mertua) atau kalau pas kita lupa melipat laundry. Dan... Kita ENGGAK DIGAJI! So kita merasa IRT adalah pekerjaan yang ala kadarnya karena gak ada tanggung jawab yang kita emban. Dan ini lumrah, saya mati-matian mendisiplinkan diri saya, memposisikan bahwa nyuci piring dan nyapu rumah adalah tugas dari bos saya yang harus saya selesaikan setiap pagi gak ada bedanya dengan morning report yang dulu saya kerjakan dikantor yang harus kelar sebelum jam 10 teng!
So enggak ada bedanya jika kita menjadi IRT, challenge your self everyday, determine your daily, weekly, monthly, and yearly goals. Percayalah jika kita sama disiplin mengaturnya dengan working goals kita dulu, kita gak akan pernah merasa jadi IRT itu flat dan membosankan.
Set our standards mulai dari domestik goals yang basic seperti "nyuci pakaian itu wajib 2 hari sekali" anggap ini seperti departement meeting yang harus di attend, "masak minimun seminggu sekali" anggap ini adalah weekly report yang harus kita submit ke bos (suami kita), so pikirkan dan belajar masak, google 1 resep selama 1 minggu tersebut. Lalu move to our hobby goal "buku ini harus selesai di baca dalam kurun waktu 30 hari ini" anggap ini seperti monthy proposal review yang harus kita baca sampai muak di kantor. Lalu bertambah pada hal-hal dengan skala frame waktu yang berbeda-beda, 1 hari sekali, 2 hari sekali, seminggu sekali, 2 minggu sekali, sebulan sekali, 2 bulan sekali, setahun sekali. Tulis di planner, kata siapa IRT gak butuh agenda seperti orang kantoran?
Set our standards and ambitions harus ngapain aja, dan update ke suami, jadi kita feels as employee yang harus update our progress to our boss. Dan selalu selipkan waktu bertemu dengan orang-orang seperti yang saya bilang. We need to talk to human to keep us sane...

Lalu bagaimana jika sudah coba resign lalu malah tetep feeling better untuk kerja kantoran? Kembali lagi pada pribadi kita masing-masing. Semua pilihan untuk berkarir di kantor atau menjadi IRT adalah sama baiknya. Tapi kegalauan yang bikin maju mundur terus bikin kita gak berani buat ambil keputusan. Dan remember bahwa tidak ada pernah ada pilihan yang salah. Kalau mau bicara gampangnya, ya resign aja sekarang coba dulu jadi IRT kalau gak cocok ya balik kerja kantoran lagi. As a woman saya percaya bahwa kita toh pada suatu saat nanti akan sampai pada titik dimana kita jadi IRT dan menghabiskan banyak waktu di rumah dan bukan di kantor, lama atau sebentar tergantung pilihan atau malah kita akansampai pada poin dimana "Saya gak punya pilihan", contohnya ketika harus cuti melahirkan 3 bulan (mau enggak mau harus diam 3 bulan di rumah, and this is the time you are being the real housewife).
Give your self time, let your self learn, and at least to know how it feels jadi IRT. 1-2 tahun saya rasa cukup untuk tau arah hidup kita mau kemana. If still feel working at the office suits you better, then start to apply job again. Use our senses to feel, to rethink, to reconsider, to reevaluate, again and again during our absence from office desk period. Dan selalu minta bimbingan Tuhan untuk diarahkan ke arah mana yang paling tepat. Slowly but sure I believe all of us will find our passion. For staying at home or back again to the office.
The point is if you can't hold any longer so just let it be, jangan dipaksakan. Gak kuat ngantor ya resign, gak kuat di rumah ya balik ngantor lagi. Jalanin yang ikhlas pakai hati.

Semoga bisa membantu memberi gambaran bagi para ibu-ibu yang sedang galau buat resign dari pekerjaan or simply bagi para wanita karir yang always wondering seperti apa hidup menjadi IRT khususnya seperti saya di luar negeri seperti ini.

Special thanks to Dana, without you tulisan ini tidak pernah akan terwujud!

Thank you for reading this very long story.  Hope it will give you a lot of insights... And wives, you are just amazing just the where you are, at office or at home! :)

You Might Also Like

1 comments

  1. Oiya ngomongin rumah tangga, ternyata ada loh trik jitu merencanakan keuangan bagi keularga agar bisa hidup sejahtera. Mau tau rahasianya? Yuk cek di sini: Tips keuangan rumah tangga

    ReplyDelete