ALHAMDULLILAH
Monday, March 28, 2016
Saya sering kerap kali jengkel pada sesuatu yang tidak berjalan sesuai ekspektasi saya. Bisa dibilang I am the one who should be handled with care. I am the one who not easily satisfied. But what can I say, so far, this is in a good way. I am a complex human being. I rather overthink something. I can see what people can not see. I can feel what people can not feel. Bahasa sederhannya, deal with me need gini gitunya, ada kulonuwunnya, tata kramanya, etikanya, perhatiannya. Simply because, I treat people as I want to be treated. So, when I am not treated as I should be treated, I am easily think about it and disappointed (sometimes frustrated, depends how heavy the issue is).
I am not that simple. Period!
However, for those who know me so well will realize, ketidaksederhanaan pada diri saya adalah investasi pada masa depan. Yang akan membuat hidup akan lebih mudah karena sudah dipersiapkan dengan matang di awal. Efeknya akan terlihat nanti, tidak sekarang.
Yang saya bicarakan ini cakupannya luas mulai dari gimana saya menyusun piring untuk dicuci dari urutan kecil ke besar, abu rokok pada asbak yang suami saya suka lupa buang, kado apa yang patut diberikan pada seseorang dengan budget yang ada, rencana itinerary seharian jika pergi ke suatu tempat, baju tidur model apa yang dipakai ketika tinggal di rumah mertua (yes gak mungkin celana hot pants dan you can see tentunya), bahan dan tukang jahit mana yang bisa dipakai untuk jahit seragam bridesmaid dalam waktu instan, ucapan maaf atau terima kasih jika habis berbuat salah atau mendapatkan sesuatu, kegundahan yang saya rasakan mengenai anak, ucapan selamat pagi dan ciuman kening ketika bangun tidur dari pasangan, hingga bagaimana komunikasi yg ideal antara orang tua dan anak yang tinggal LDR. Dan masih banyak lagi. Contoh-contoh yang saya sebut ini bisa bikin saya kepikiran kalau tidak sesuai bayangan saya.
Kata mereka saya ribet.
Terserah
Atau mungkin mereka yang terlalu ignorance
Atau saya yang terlalu detail and goal oriented
Saya menyebut diri saya well prepared.
Saya gak masalah ribet-ribet di awal yang penting santai kemudian. Saya adalah nanti gimana, bukan gimana nanti. Antisipasi, predict the future, bagi saya hidup adalah rangkaian proses, apa yang kita lakukan sekarang akan ada imbasnya dikemudian hari, bagaimana kita bersikap hari ini adalah image yang terbentuk esok hari (ilmu PRnya keluar). Semuanya tidak instan, namun akumulasi. Count your step.
Lagi-lagi saya sering dianggap sok perfect. Hey! I am perfectionist then!
Hidup itu memang tidak ada yang sempurna, namun selalu bisa disempurnakan. And we can do many things to make it closer to the perfection.
Baikah kepribadian seperti ini? Tergantung siapa marketnya. For some people it will fit, for some people it will not.
Nah tapi, kalau udah terlalu punya pribadi gini yang ada bikin KZL! Ya, kesal pada diri sendiri, apa-apa jadi baper (bawa perasaan), yang sederhana nampaknya yang bisa dicuekin malah kepikiran. Baiknya selalu sadar ambang batasnya.
Jika kamu bersyukur, Aku akan memberimu lebih
Maka saat saya belum puas akan sesuatu, masih ingin lebih, mikir kenapa sih enggak gini, kenapa sih enggak gitu, bla bla bla dan berujung pada kekecewaan. Saya tidak henti-hentinya bersyukur kepadaNya. Karena hanya dengan bersyukurlah saya bisa terpuaskan. Hanya dengan bersyukur saya bisa melihat lebih jernih apa yang saya sudah dapatkan ketimbang yang belum didapat.
Contoh 1:
Ketika saya kesal dengan suami saya karena sering lupa membuang abu rokok di asbak padahal saya sudah berulang kali mengingatkan, saya bersyukur bahwa disisi lain suami saya juga sering membantu saya mencuci piring yang mungkin suami-suami lain anti mengerjakannya (ya walau urutan piringnya suka gak keruan yang mengakibatkan rak pengering piringnya jadi berantakan dan gak muat, still okay, at least dia membantu saya mencuci piring, ahaha). Dan seketika kesal saya hilang. Dan esoknya ketika jalan-jalan saya tersadar bahwa shopping-shopping saya selama ini adalah menggunakan uangnya. Dan saya menjadi lebih bersyukur lagi. Hahaha :)
Contoh 1:
Ketika saya kesal dengan suami saya karena sering lupa membuang abu rokok di asbak padahal saya sudah berulang kali mengingatkan, saya bersyukur bahwa disisi lain suami saya juga sering membantu saya mencuci piring yang mungkin suami-suami lain anti mengerjakannya (ya walau urutan piringnya suka gak keruan yang mengakibatkan rak pengering piringnya jadi berantakan dan gak muat, still okay, at least dia membantu saya mencuci piring, ahaha). Dan seketika kesal saya hilang. Dan esoknya ketika jalan-jalan saya tersadar bahwa shopping-shopping saya selama ini adalah menggunakan uangnya. Dan saya menjadi lebih bersyukur lagi. Hahaha :)
Contoh 2:
Ketika saya kepikiran mengapa belum dikarunia buah hati ditahun kedua pernikahan padahal pasangan lain baru sebulan menikah sudah langsung kebobolan. Saya besyukur bahwa saya diberikan banyak waktu me time, saya bisa ikut kelas yoga mempersiapkan fisik saya untuk lebih ideal baik dari segi kebiasaan baik yakni berolahraga atau menyusun menu makanan sehat dan memulai clean eating, saya dan suami punya banyak waktu lebih untuk bersama, bahkan untuk liburan baik dalam ataupun luar negeri yang mungkin banyak pasangan lain tidak bisa melakukannya karena kepentok sang istri sudah hamil dan tidak bisa jalan-jalan sampai si bayi agak besar. Oh, dan saya bisa mempunyai banyak waktu lebih untuk menabung di awal masa pernikahan yang belum stabil ini. Maka pikiran-pikiran risau mengenai anak hilang seketika tergantikan dengan buka traveloka buat beli tiket jalan-jalan baru. Dan saya kembali menjadi lebih bersyukur (lagi). :)
Karena ada juga hal-hal yang tidak perlu nanti gimana melainkan dibiarkan gimana nanti. Hal itu yang orang-orang bilang go with the flow. And sometimes it is nice to enjoy the flow but not drowning into the wave.
Ketika saya kepikiran mengapa belum dikarunia buah hati ditahun kedua pernikahan padahal pasangan lain baru sebulan menikah sudah langsung kebobolan. Saya besyukur bahwa saya diberikan banyak waktu me time, saya bisa ikut kelas yoga mempersiapkan fisik saya untuk lebih ideal baik dari segi kebiasaan baik yakni berolahraga atau menyusun menu makanan sehat dan memulai clean eating, saya dan suami punya banyak waktu lebih untuk bersama, bahkan untuk liburan baik dalam ataupun luar negeri yang mungkin banyak pasangan lain tidak bisa melakukannya karena kepentok sang istri sudah hamil dan tidak bisa jalan-jalan sampai si bayi agak besar. Oh, dan saya bisa mempunyai banyak waktu lebih untuk menabung di awal masa pernikahan yang belum stabil ini. Maka pikiran-pikiran risau mengenai anak hilang seketika tergantikan dengan buka traveloka buat beli tiket jalan-jalan baru. Dan saya kembali menjadi lebih bersyukur (lagi). :)
Karena ada juga hal-hal yang tidak perlu nanti gimana melainkan dibiarkan gimana nanti. Hal itu yang orang-orang bilang go with the flow. And sometimes it is nice to enjoy the flow but not drowning into the wave.
Mengingat segala karunia yang Tuhan telah berikan, meminta agar saya menjadi bagian dari golongan orang-orang yang selalu mengingat untuk mengucap syukur dan merasa cukup bisa menjadi terapi untuk membatasi dan mengimbangi diri saya untuk jadi lebih fleksibel pada sesuatu yang akan terjadi. Yang paling penting terhindar dari kebaperan yang membuat sakit kepala tiada henti.
Alhamdullilah...
0 comments